Kisah Seorang Ibu Rumah Tangga

by - Maret 26, 2018

Resmi menyandang status sebagai full ibu rumah tangga hampir lima bulan yang lalu. Membuat saya bisa membedakan arti peran, ibu pekerja, ibu rumah tangga, dan ibu yang menjalankan kedua tugas tersebut.

Sebagai ibu pekerja yang dibantu oleh Asisten Rumah Tangga (ART), tentu tugasnya akan lebih ringan dibanding seorang ibu yang tidak mempunyai ART.

Saya termasuk yang pernah merasakan keduanya.

Sebelum dibantu oleh ART. Kegiatan mencuci dilakukan jam empat pagi. Kala itu mencuci tanpa menggunakan mesin. Jam enam kakak sudah dimandikan, agar setiba di rumah ibu, kakak bisa langsung mengenakan seragam TK nya.

Setelah menyiapkan sarapan dan kopi untuk suami. Dengan menggendong anak kedua yang berusia sembilan bulan, saya pun menuntun kakak.

Urusan rumah? Saya bekerja sama dengan suami. Seperti menyapu dan mengepel adalah tugas dia. Sedangkan menyetrika, saya lakukan seminggu sekali.

Masak? Heuheu ini sih saya ketering sama ibu. Sore menjelang magrib, sepulang saya kerja dan menjemput anak-anak, sekalian saya bawa rantangan.

Usia ibu yang semakin bertambah, tidak memungkinkan untuk mengasuh dua anak. Terlebih kakak harus diantar jemput sekolah. Inilah saatnya mencari ART. Bukan hanya karena membutuhkan, tapi saya dan suami saat itu sudah mampu untuk mempekerjakan seorang ART. Keuangan kami sudah mengijinkan adanya seorang pengasuh untuk anak kami yang berusia dua tahun.

Apakah saya tetap melakukan pekerjaan rumah tangga? Tentu saja saya melakukannya. ART hanyalah sebatas meringankan pekerjaan tersebut. Tidak serta merta semua urusan rumah diserahkan padanya. Bahkan mencuci piring sehabis makan pun, saya masih melakukannya.

Total sepanjang perjalanan di ranah publik selama sembilan belas tahun. Dan sepuluh tahun dibantu oleh ART dalam mengurus pekerjaan rumah tangga. Tibalah di akhir perjalanan saya harus menjalani peran seorang ibu seutuhnya. Yaitu tanpa ART. Karena dengan berkurangnya penghasilan, kami tidak mampu untuk mempekerjakan seorang ART.

Tanpa ART berarti saya harus mengurus semua pekerjaan rumah sendiri. Bulan pertama, kedua, saya merasa enjoy melakukan hal yang jarang dilakukan pada saat menjadi ibu pekerja. Memasuki bulan ketiga dan keempat, rasa jenuh mulai singgah. Jadwal harian yang sudah dibuat, tidak lagi berjalan tepat waktu. Seperti kegiatan mencuci. Seharusnya pukul tujuh pagi, mencuci sudah selesai. Pada kenyataannya, pukul sepuluh baru dimulai kegiatan mencuci tersebut. Akhirnya jadwal lainnya pun berantakan.

Malas? Sebagai manusia normal tentu sifat malas ada dalam diri. Tapi semalas-malasnya seorang ibu rumah tangga, tetap menyelesaikan kewajibannya. Seorang ibu rumah tangga adalah ratu sekaligus pekerja. Bahkan sakit pun tidak dirasa. Selama sakit itu masih bisa dibawa bekerja. Maka dia akan tetap menyelesaikan pekerjaan rumah tangga tersebut.

Misi seorang ibu rumah tangga adalah membuat nyaman dan bahagia penghuni rumah. Kesehatan anggota keluarga adalah salah satu tugas utama lainnya. Yaitu melalui masakan yang dibuatnya dengan penuh kasih sayang.

Semoga keikhlasan selalu menjadi landasan dalam menjalani tugas mulia seorang ibu. Semoga keberkahan selalu diberikan oleh-Nya dalam mewujudkan rumah tangga harmonis. Semoga suami dan anak selalu bahagia oleh sentuhan seorang istri dan ibu.

Semoga suami meridhoi istri.

#OneDayOnePost


You May Also Like

0 komentar