Meningkatkan Kecerdasan Kakak part#7
Segelas Air Hangat dari Kakak
Oleh : Desi Noviany
Foto: Meja prasmanan dengan menu Indonesia
Menjalankan ibadah umroh memang benar membutuhkan fisik yang kuat. Medan cuaca yang berbeda dengan negara Indonesia. Serta padatnya agenda ziarah di Madinah dan Makkah. Mengharuskan para jamaah menjaga stamina tubuh.
Tapi apa daya, pertahanan tubuh ambruk juga. Bertemu banyak jamaah dari berbagai negara. Dan banyak dari kondisi mereka dalam keadaan tidak sehat. Akhirnya flu dan batuk menghampiri dan bersemayam dalam tubuh.
Alhamdulillah, obat-obatan dasar seperti, flu, diare, koyo, balsem, dan minyak, sudah tersedia di dalam dompet khusus. Jadi, begitu terkena gejala flu. Langsunglah dikonsumsi obat tersebut. Kegiatan ibadah pun berjalan lancar kembali.
Kembali pada saat berada di Makkah, batuk menjadi tamu dan betah berlama-lama di dalam tubuh. Sayangnya, obat batuk tidak dipersiapkan sebagai bekal. Akhirnya demi meredam batuk, pantangan terhadap makanan dan minuman pun digalakkan. Makanan yang mengundang gatal pada tenggorokan dihindari.
Hari pertama di Madinah. Makan tiga kali sehari dapat dikontrol alias dapat menahan godaan pada menu yang begitu menggunggah selera. Termasuk es campur dengan potongan aneka warna-warni buah-buahan. Dengan melirik dan jual mahal, langkah kaki pun melenggang anggun melewati tempat es buah.
Ah, di Indonesia juga banyak. Paling rasanya sama aja. Aku menghibur hati yang sebetulnya tertarik.
“Ayo mamah. Jangan coba-coba ambil es campur. Inget mamah lagi batuk,” ucap kakak yang berada di belakang ku. Sepertinya ia tahu apa yang ada di dalam benakku.
Kami pun melangkah menuju meja makan di mana suamiku sudah berada di sana.
Kakak hanya menaruh piringnya di meja. Kemudian melangkah pergi meninggalkan kami. Sedangkan aku sudah mulai bersantap dengan menyuapkan potongan daging rendang ke dalam mulut. Ya, makanannya semenjak di Madinah hingga Makkah memang masakan Indonesia. Walaupun tidak semua rasa sama persis dengan masakan tanah air. Setidaknya sebagian besar, cocoklah dengan lidah.
Terlebih suasana di dua kota yaitu Madinah dan Makkah. Pada saat kami berada di sana sedang dalam musim peralihan dari panas ke musim dingin. Curah hujan dengan intensitas ringan alias gerimis sering menyapa. Membuat udara menjadi dingin seperti di puncak atau Lembang. Bahkan AC kamar pun tidak dinyalakan semenjak kami tidur di kamar.
Tidak berapa lama, kakak datang dengan dua gelas plastik berisi air putih hangat. Setelah menaruh dua gelas tersebut di hadapanku dan suami. Ia melangkah pergi lagi. Tidak kutanyakan untuk apa di beranjak pergi. Paling-paling ia akan mengambil susu panas.
Padahal kakak bisa saja mengambil es campur. Tapi tidak dilakukannya. Ia menjaga perasaan ibunya yang akan merasa tersiksa bila melihat dirinya minum es campur. Heuheu.
Sayang, hal tersebut cuma berlaku pada hari pertama. Ketika esok hari disuguhkan kembali es campur. Pertahananku roboh. Eladalah, pada saat itu kakak pun telat datang. Aku dari masjid sedang kakak dari kamar. Memang hari keberuntunganku. Demi menghilangkan rasa penasaran dengan rasa es campur buatan hotel Makkah. Kutuang dua centong es campur ke dalam mangkuk plastik. Daripada nanti terbayang-bayang kalau sudah pulang ke Indonesia. Daripada nanti menyesal. Ya, setidaknya aku punya cerita untuk dituliskan deh.
“Ayo, mamah. Bandel, ya!”
Aku tersontak kaget terciduk oleh kakak yang tiba-tiba duduk di hadapanku. Ah, ketahuan deh kalau aku maksa makan es campur di saat batuk mulai menjadi.
Tapi, kakak tidak mengambil mangkuk es campur. Ia cuma mengingatkan agar jangan terlalu banyak meminumnya. Kakak begitu mengerti kalau aku orangnya penasaran. Ia pun memberikan gelasnya yang berisi air putih hangat untukku.
“Langsung minum air putih anget ini nanti ya, Mah. Buat ngebilas manis dan lengketnya es di tenggorokan.”
#HariKe7
#Tantangan10Hari
#KuliahBundaSayang
#GameLevel3
#FamilyProject
#MyFamilyMyTeam
#Tantangan10Hari
#KuliahBundaSayang
#GameLevel3
#FamilyProject
#MyFamilyMyTeam
0 komentar