Angka Enam Puluh
Sumber foto: m.id.aliexpress.com
Angin semilir berembus, membuat bunga soka merah seperti mengangguk-angguk. Pohon-pohon palem pun tidak mau kalah. Mereka melambai-lambai seperti kipas. Sejuk terasa, menepis gelisah Rara walau sementara.
Langit cerah berganti redup karena sang mentari disembunyikan oleh awan hitam. Lama kelamaan angin mulai nakal. Mengibas rambut ikal sebahu Rara hingga wajah bulatnya tertutup. Namun Rara tetap bergeming di bangku taman itu.
Di bawah pohon flamboyan, Rara duduk dengan mata menatap lurus ke danau. Angsa-angsa berenang tergesa menuju ke tepian. Mereka sudah merasa bahwa awan sebentar lagi akan memuntahkan air.
Beberapa kelopak bunga flamboyan merah mendarat manis di atas kepala Rara. Kemudian terjatuh ke atas pangkuannya. Karena tiba-tiba Rara menundukkan kepala dan menutup wajahnya dengan kedua tangan. Bahunya bergerak naik turun.
Tetes hujan mulai turun, menyamarkan tetes air yang mulai mengalir di pipi chubby Rara. Angka enam puluh yang tertulis pada buku di atas pangkuan Rara pun luntur. Menyadari hal itu, dengan segera ia menutup buku dan memasukkannya ke dalam tas. Tas ransel berwarna pink dengan tokoh kartun frozen.
Rara bangun berdiri, lalu lari meninggalkan bangku taman yang berada di komplek rumahnya. Ia tidak mau papah memarahinya untuk dua hal. Nilai ulangan matematika yang rendah dan sakit karena kehujanan.
#TantanganRumlitIPBekasi
#DiariIbuProfesional
#CeritaIbu
#CeritaKeluarga
#CeritaKita
#DiariIbuProfesional
#CeritaIbu
#CeritaKeluarga
#CeritaKita
0 komentar