Kak, Matanya Merah, Tuh!

by - September 06, 2018


Setelah menunaikan salat isya. Saya mengetuk pintu kamar kakak. Kali ini saya ingat pesan kakak untuk mengetuk pintu kamarnya terlebih dahulu. Setelah beberapa kali saya melanggar privasinya dengan nyelonong masuk kamar tanpa izin. Alhasil dia marah karena merasa daerah privasinya dimasuki seorang penyelundup. Meski saya adalah ibunya sendiri.

Pintu saya buka setelah izin diterima. Lalu duduklah saya di tempat tidur kakak. Kami duduk bersisian. Tidak dibilang kalau saya sedang mempunyai tugas Bunsay game level satu tentang komunikasi produktif. Bisa-bisa nanti seperti kejadian waktu perkuliahan matrikulasi. Ditertawakan. Hadewh.

Maksud saya menghampiri kakak ke kamar menjelang pukul delapan. (Choose the right time). Karena pada siang hari saya melihat mata sebelah kanan kakak merah. Bukan karena kecolok atau sakit mata. Tapi seperti luka, di bagian putih matanya.

Kami duduk berhadapan di atas tempat tidur kakak. Kami saling menatap dan saya melihat mata kanannya mulai kecil dan agak bengkak. (intensity of eye contact)

“Bener apa yang dibilang papah kali, Kak. Matanya mungkin iritasi karena main hp nya keseringan.” Saya mendukung dan menguatkan pernyataan papahnya pada kakak. Setelah magrib tadi papahnya
ada bilang seperti itu.

“Apaan sih, Mah. Masa karena main hp. Pake logika dong, Mah. Kalau iritasi karena main hp masa nggak berasa gatel, bengkak, atau apalah gitu.” Tersinggung kakak akan ucapan saya tadi.

“Ini cuma merah aja, Mah.” Kakak membuka lebar matanya dibantu dengan ibu jari dan telunjuk.

“Tuh, lihat! Nggak semua bagian matanya merah, kan?” jelasnya lagi.

Merasa tahu akan ada perlawanan. Disodorkanlah kacamata anti radiasi yang saya bawa dari dalam lemari bufet, sebelum masuk ke kamar kakak. Kacamata yang dulu saya gunakan pada waktu zaman masih bekerja.

“Nih, pake kacamata ini!” Sambil meletakkan kacamata ke pangkuan kakak, dimana tangannya sedang memegang hp yang salah satu aplikasinya terbuka. Sedangkan kakak tetap bergeming dengan hp yang tidak lepas dari genggamannya. (kaidah 7-35-55).

Kakak langsung menolak begitu melihat model kacamata tersebut. Dia malah tertawa kencang ketika melihat saya memakai kacamatanya. (I’m responsible for my communication result).

“Nggak deh, Mah. Ntar Kakak jadi kelihatan tua kayak Mamah kalau pakai kacamata itu.”

Perdebatan dan adu argumentasi pun tak kunjung selesai. Kakak tetap bersikukuh tidak mau menggunakan kacamata anti radiasi. Karena kakak merasa merahnya mata dikarenakan debu saat naik ojol. Bukan karena radiasi hp.

Saya pun keluar kamar. Mengambil kacamata lain yang lebih keanak-mudaan gitu.

“Nah, ini nih kacamata yang dicari-cari kakak.”

Setelah sebelumnya kacamata berwarna cokelat berbetuk persegi panjang ditolaknya. Kakak bilang, framenya tidak cocok dengan wajah kakak yang bulat.

Akhirnya untuk sementara waktu, kami sudahi perbincangan tersebut. Dengan memutuskan kakak akan memakai kacamata setiap akan naik ojol. Dan akan pergi ke dokter untuk memeriksa keadaan matanya agar cepat diobati. Ia pun mengutarakan sesaat setelah percakapan kami selesai bahwa ia akan mengistirahatkan matanya dengan tidur lebih cepat. (clear and clarify).

#hari1komunikasiproduktif (choose the right time)
#gamelevel1
#tantangan10hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbundasayang
#institutibuprofesional




You May Also Like

0 komentar