Si Bleki
sumber foto: agrinak.com
Tema: hewan peliharaan
“Jupri!”
Ditutupnya telinga Jupri dengan bantal. Berharap bantal kumel dan dekil kesayangannya dari semasa kecil, dapat meredam suara teriakan cempreng emak yang seperti kerupuk kaleng jatuh ke lantai.
“Jupri!”
Ditekannya lebih kuat bantal lepek ke telinga Jupri. Kali ini dia ingin suara emak tidak terdengar sama sekali.
Hari ini Jupri ingin bangun lebih siang sedikit saja. Semalam habis menggerebek maling di rumah Pak Dirman. Dia dan kawan-kawan rondanya berhasil menangkap maling yang mencoba melarikan diri itu.
Kasihan juga si maling digebukin oleh warga kampung Poyoh. Kalau tuh maling pintar, harusnya tv berkonde dengan berat 24 kg yang dia bawa itu dilepas saja. Dijamin dia bakal lolos dari kejaran kami.
Heran saja tuh Pak Dirman. Orang terkaya di kampung Poyoh, rumah gedong, kontrakan banyak. Tv kok masih pakai yang tabung alias berkonde. Malingnya tertipu dengan penampilan rumah yang besar.
Tiba-tiba suara keras berasal dari benturan kayu double triplek dan tembok mengagetkan Jupri. Dia tahu siapa yang masuk kamarnya. Tubuh tegap Jupri yang mengenakan kaus dan bercelana pendek sedengkul itu berbalik ke arah tembok. Membelakangi seseorang yang baru saja masuk ke kamarnya.
“Jupri! Orang-orang wayah gini udah pada pegi begawe. Cakep, wangi, rapih. Lah elu? Masih ngedekem ajah di kamar. Kapan sih elu sadar sama umur, trus cari kerja.”
Ceramah pagi emak dengan susunan kata dan irama yang selalu sama. Seperti mendengarkan rekaman kaset.
Jupri tidak menggubris omongan emak. Matanya benar-benar minta untuk dipejamkan.
“Noh si Bleki kabur, Pri!” ucap emak kesal karena anaknya yang tidak pernah berubah kelakuannya.
Habis sudah kesabaran emak akan perilaku Jupri, anak satu-satunya. Padahal dia memiliki wajah cukup ganteng, seperti Justin Timberlake dengan brewok tipis. Perbedaannya cuma diwarna kulit saja. Tubuh tinggi tegapnya selalu dijaga dengan berolahraga di sore hari.
Dasar pemalas memang si Jupri. Habis salat subuh dia malahan tidur lagi. Bagaimana emak tidak kesal. Membiayai sekolah hingga menjadi seorang sarjana, tapi tidak mau melamar kerja. Setiap hari kegiatannya cuma mengurus si Bleki.
Mendengar nama Bleki disebut. Jupri langsung melonjak kaget. Dan langsung lompat turun dari tempat tidur. Bantal lepek kesayangannya terlempar sembarang, hingga mendarat di atas lantai.
Terbirit-birit dia keluar dari kamar. Hingga hampir saja menabrak tubuh subur dan lebarnya si emak yang berdiri tidak jauh dari pintu kamarnya.
Emak hanya tersenyum kecil penuh kemenangan melihat tingkah Jupri. Atau emak sedih karena pamornya kalah dengan si Bleki? Entah.
“Mak!”
Emak tahu arti dan maksud panggilan anaknya. Emak yang baru saja tiba di dapur, dengan sengaja membunyikan peralatan masaknya. Suara wajan, panci, piring, dan sendok, diadukan satu sama lain. Seakan emak sedang memasak atau mencuci. Agar ada alasan bahwa emak tidak mendengar teriakan Jupri.
“Mak!”
Kali ini nada panggilan Jupri lebih tinggi. Tetap emak tidak menghampirinya. Balas dendam atau memberi pelajaran? Ah, dalam kondisi seperti ini, dua kata tersebut menjadi beda tipis artinya.
“Mak! Udah deh, jangan pura-pura nggak denger Jefri panggil. Di mana emak ngumpetin si Bleki?”
Akhirnya Jupri menghampiri emak dengan wajah memelas dan bingung. Tangannya menggaruk kepala yang tidak gatal. Hmm, tambah ganteng kalau tampang Jupri lagi BT gitu. Rambut yang tidak beraturan, mulutnya terbuka sedikit, sorot tajam matanya seperti anak kucing.
“Mak, di mana si Bleki?” tanya Jupri manja sambil menarik-narik daster emak.
“Eh, Jupri. Udah Emak bilangin jangan suka ganti-ganti nama. Segala nama lu diganti jadi Jefri.”
“Ah, Emak. Masa tampang ganteng kayak Justin Timberlake gini dipanggilnya Jupri. Emak lidahnya kudu dibiasain manggil nama Jupri pake Jefri. Biar kalau udah terkenal enggak canggung lagi nyebut nama Jupri jadi Jefri.”
Begitulah Jupri. Dia sangat terobsesi menjadi seorang model. Oleh sebab itulah, dia mengganti nama panggilannya menjadi Jefri.
Entah sudah berapa banyak foto yang dia kirim melalui surel. Tetapi belum satu pun mendapat balasan. Dikira wajah ganteng hanya milik Jupri kali, yah. Tidak sadar kalau wajah yang lebih ganteng dari dia bertebaran di luar sana.
“Eh, Jup,” ucap emak menepuk pipi kanan Jupri beberapa kali dengan pelan.
“Sadar lu. Udah mao tengah ari bolong nih. Masih ngimpi aja lu. Bangun!”
Jupri melepaskan genggaman tangannya dari daster emak. Dia bersungut. Kesal dengan emak yang dianggap tidak pernah sayang dengan Jupri, anak semata wayangnya.
Padahal emak sebenarnya sangat sayang pada Jupri. Sengaja dia disekolahkan sampai sarjana, agar dapat kerja di kantoran. Punya gengsi, mengangkat derajat keluarga, dan bisa mendapat jodoh yang sepadan. Begitulah pikiran sederhana emak.
Sayang si Jupri masih berkeyakinan bahwa dia tetap bisa menjadi seorang model. Sehingga waktu kesehariannya hanya bermain dengan si Bleki. Seekor ayam pelung pemberian almarhum babehnya.
Diberi nama Bleki karena warna hitam mendominasi tubuhnya dibanding merah. Setiap pagi sebelum jam delapan, Jupri sudah memandikannya. Kemudian menjemur hewan tersebut. Dia bilang waktu yang paling baik menjemur Bleki dari jam delapan sampai sepuluh. Agar vitamin D terserap dengan baik.
Sudah beberapa kali Bleki menjuarai perlombaan ayam pelung antar kampung. Hal inilah yang membuat emak kalah berdebat dengan Jupri. Dia bilang, si Bleki tuh mencari makan sendiri. Tidak minta jatah makan sama emak.
“Ayolah Mak, Bleki ada di mana? Udah mau jam sembilan, nih.” Jupri memaksa emak mengatakan keberadaan Bleki.
Baru saja emak akan menjawab di mana keberadaan Bleki. Gawai Jupri berbunyi. Tiba-tiba mimik wajah BT anaknya dilihat begitu gembira saat sedang berbicara melalui gawai tersebut. Entah siapa yang menghubungi si Jupri.
“Siapa, Jup?” tanya emak pada anak kesayangannya itu.
“Kabar gembira, Mak. Sekarang Jefri butuh si Bleki cepat,” jawab Jupri yang memperlihatkan barisan giginya yang putih dan rapi.
Ternyata emak menitipkan Bleki ke Ijong. Tetangga sebelah buat memandikan hewan kesayangan si Jupri. Emak tahu bahwa jam mandi dan penjemuran si Bleki yang berbobot lima kilo itu adalah jam tujuh sampai jam sepuluh pagi. Semua demi menjaga kesehatan hewan peliharaan Jupri. yang nantinya akan mempengaruhi suara ayam pelung tersebut.
Warna hitam dan merah sayap Bleki bertambah mengkilap serta bercahaya, setelah dimandikan dan dijemur. Sebuah tas rotan sudah disiapkan Jupri untuk membawa hewan bersayap hitam merah tersebut. Yah, Jupri mendapat panggilan foto. Akhirnya setelah sekian lama menunggu. Ada juga production house yang membutuhkan jasa model untuk sebuah iklan.
“Kan lu mau pemotretan, Jup. Orang mah sekali-sekali, si Bleki kagak usah dibawa,” ujar emak.
Jupri dan Bleki itu seperti perangko, nempel terus. Di mana ada Jupri, di situ ada Bleki. Kalah dah sama orang yang pacaran, tidak terpisahkan.
“Si emak, gimana ceritanya si Bleki kagak dibawa. Pan dia yang jadi modelnya, Mak. Tuh rumah produksi lagi butuh suara kokok ayam yang merdu.”
Emak pun no comment.
#ODOP
#tantangankedua
4 komentar
Hahahah...lucu ceritanya, keren tulisannya.
BalasHapusBisanya dibikin begini kak Ria. Yang enteng2 ajah ceritanya. Yang berat biar Dilan ajah 😁
HapusLangsung ngakak pas terakhirnya.. Haahaha keren.. Nggak terduga...
BalasHapusHeuheu kecele yah Kak Lia? 😁
Hapus