Tugas kedua di minggu ketiga kelas Bunda Produktif adalah melengkapi canvas passion.
Nggak bingung sih waktu mengisi kolom pertama. Yaitu tentang passion yang beberapa tahun ini sudah digeluti.
Cuma kolom solusi yang bikin agak berpikir gitu. Secara akutuh masih belajar meningkatkan skill. Solusinya belum pede untuk dijalanin.
Passion
Passion menurut KBBI adalah gairah berarti keinginan atau hasrat atau yang kuat.
Kalau yang sudah mendapatkan passion pasti bakal lebih bersemangat hidupnya.
Passion itu berbeda dengan hobi. Hobiku itu sebenarnya lumayan banyak. Sebut saja, crafting atau mencoba aneka resep baru.
Hobi itu cuma bisa mengusir kejenuhan sejenak. Misalnya, nih, waktu aku mengerjakan decoupage. Awalnya semangat banget. Seharian bisa duduk utak-atik tisu bergambar untuk ditempel di media. Tapi begitu mentok. Langsung, deh, disudahi. Bosan aja gitu.
Tapi kalau menulis. Biar sampai jam berapa aja selalu stay tune. Lelah kadang nggak dirasa. Kalau sudah mulai riset. Bisa berjam-jam browsing cari bahan tulisan.
Menulis itu seperti ada daya magnetnya. Kalau tubuh nggak minta istirahat. Mungkin tidur bisa larut malam terus. Malah suka mengorbankan urusan rumah. Jam kerjanya suka dibalik-balik.
Misal urusan mencuci, nih. Biasa pukul tujuh sudah mulai. Tapi karena ada tulisan yang harus diselesaikan. Maka waktu mencuci bisa molor jadi menjelang dzuhur.
Ya, judulnya urusan rumah tetap kelar di hari itu. Cuma jamnya aja yang nggak pasti.
Bagaimana? Kolom satu aku isi dengan literasi (menulis), yaa.
Life Stage Passion
Masuk di life stage passion mana? Apa saja yang sudah Anda lakukan dengan passion tersebut?
Mulai serius menulis itu pertengahan tahun 2017. Diawali dengan mengikuti kelas berbayar menulis cerpen.
Selain kelas berbayar, aku mengikuti komunitas menulis yang banyak membahas sastra. Suka banget, asli. Secara jarang menemui penggemar sastra. Hmm, mungkin aku yang kudet. Nggak bisa menemukan komunitas sastra yang lain.
Menulis cerpen memang menyenangkan. Tapi menulis genre lain patut dicoba juga.
Cernak adalah fokus menulis berikutnya. Sempat merasa nyaman menulis genre cernak ini. Secara menulis cernak tidak sepanjang cerpen.
Cernak paling banyak membutuhkan 200 kata dalam satu cerita. Tapi cari ide dan cara penyampapaian cerita ke dalam tulisan. Asli butuh kerja keras. Secara kita sebagai orang dewasa diminta untuk berpikir cara mereka, anak-anak.
Hampir dua tahun mengikuti kelas cernak berbayar dan gratis. Menulis cerpen cuma sesekali aja kalau lagi kangen.
Awal tahun 2019, beralih gaya kepenulisan. Blog. Iya, aku mau coba menulis ala-ala gue gitu. Gaya tulisan tanpa harus bercerita fantasi, thriller, romantis, horor, fiksi ilmiah, atau juga berpikir layaknya anak-anak.
Belum berpikir apakah ini life stage terakhir atau bukan. Terpikir hanyalah harus mencoba semua jenis dan gaya menulis. Selain keluar zona nyaman, juga untuk memerluasan wawasan. Belajar, kan, nggak ada ruginya.
Dari beberapa kelas yang sudah diikuti. Pencapaian adalah sebuah bukti kalau itu adalah memang passion.
Beberapa antologi cerpen dan cernak sudah berhasil diterbitkan. Baik itu terbit secara mandiri atau mayor.
Belum puas sebetulnya dengan pencapaian diri tersebut. Target buku solo belum terwujud. Apa daya diri malah berbelok arah malah mendalami dunia blog.
Hmm, tapi siapa tahu kalau bisa menerbitkan buku sambil ngeblog. Doain, ya, man-teman. Terima kasiiih.
Kerja sendiri pasti bikin cepat capek, lelah, dan bosan. Untuk mengatasasi tiga masalah itu. Diikutilah beberapa komunitas yang mempunyai visi dan misi sama. Yaitu menulis dan dapat menerbitkan buku.
Ada beberapa grup wa dalam gawai. Malah sudah ada yang berusia tiga tahun. Beberapa grup wa kepenulisan tersebut, mempunyai gaya menulis berbeda-beda.
Makanya aku merasa sayang banget kalau keluar dari grup-grup itu. Meski hanya sesekali setor muka. Setidaknya para anggota dalam grup tahu kalau aku masih ada.
Grup-grup kepenulisan, kan, lumayan suka memberi kelas gratisan. Siapa, sih, yang nggak mau ilmu gratisan?
Nggak setiap saat juga, sih, ilmu gratisan itu didapat. Tapi sharing dan berbagi pengalaman sesama anggota, kan, itu namanya dapat ilmu gratisan juga. Ya, nggak?
Hard Skill
Mengupgrade diri itu suatu keharusan. Bagaimana bisa mencapai tujuan dari sebuah passion bila berdiri di tempat yang sama.
Begitu juga dengan menulis blog yang sedang aku jalani. Ilmu harus ditambah terus. Dunia keilmuan itu setiap harinya maju. Kalau nggak mengikuti perkembangan ilmu, yang ada ketinggalan zaman.
Seperti dashboard blog ini. Tahun lalu penampilannya bukan seperti ini, lho. Belum juga sempat mengulik dashboard lama, yang baru sudah ada.
Memang aku bisa mencari tahu sendiri lewat google. Tapi tetap saja aku membutuhkan mentor, apa fungsi dan bagaimana menggunakannya dashboard tersebut. Aku membutuhkan penjelasan semua hal dan istilah-istilah dalam dunia blog yang baru kukenal ini.
Lihat saja penampilan blogku ini. Istilah rumah, mah, RSS (Rumah Sangat Sederhana). Aku juga, kan, kepengin penampilan blognya seperti teman-teman blogger yang lain. Cantik dan enak dilihat.
Selain itu, aku juga membutuhkan ilmu cara mengisi blog yang friendly user, content yang SEO, trik agak tulisan page one on google, dan masih banyak lagi.
Soft Skill
Pasangannya hard skill, nih. Soft skill harus berjalan beriringan.
Selain penguasaan teknik-teknik menulis dan utak-atik blog. Aku juga dituntut untuk bisa beradptasi cepat. Secepat ilmu yang berkembang di setiap harinya.
Bayangin aja, aku adalah seorang calon blogger dan penulis buku. Kalau nggak membaca sehari saja. Apa kata dunia #lebaymodeon 😋
Maka dari itulah adaptasi terhadap ilmu penting banget. Tapi yang lebih penting adalah beradaptasi dengan lingkungan.
Aku seorang introvert dan kadang baperan juga, heuheu. Seringnya jadi silent reader di setiap grup. Paling sesekali aja nongol.
Sepertinya selain perlu ilmu beradaptasi, butuh ilmu public speaking juga, nih.
Tantangan
1. Manajemen waktu
Apa, sih, di dunia ini yang nggak ada tantangannya? Mau tidur aja kita suka menghadapi tantangan godaan supaya nggak ngedrakor, heuheu #nunjukidungsendiri.
Mungkin buat kaum rebahan seperti aku. Cobaan untuk nggak rebahan itu berat banget. Kan, aku, mah, nggak punya anak kecil lagi. Jadi godaan rebahan sambil scroll up and down gawai lebih besar.
Maklumin aja, yak, setelah mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Tubuh minta diistirahatin. Sayangnya istirahat yang dijalani kelamaan.
Jadi, aku membutuhkan manajemen waktu. Agar waktu tidak banyak terbuang. Khususnya waktu rebahan, medsos, game, drakor. Aku harus bisa mengimbangi antara produktivitas dan istirahat yang secukupnya.
Sempat membuat jadwal aktivitas, kumplit dengan jam atau waktunya. Sayang, aku nggak cocok dengan sistem jadwal seperti itu. Aku lebih suka waktu yang fleksibel.
Fleksibel dalam artian, yang terpenting adalah tugas wajib selesai pada hari itu juga sebelum pukul lima sore.
Baiklah, mari kita menaklukan diri menuju waktu yang lebih banyak untuk berproduktivitas.
2. Mencari mentor
Seperti mencari pasangan hidup #eaa. Mencari mentor juga susah-susah gampang.
Seperti guru di sekolah mengajar kita dulu. Gaya mengajar guru, kan, berbeda-beda. Ada yang enak ngajarinnya dan kita langsung paham. Ada juga yang gurunya kurang enak cara penyampaian materinya.
Ilmu yang dimiliki guru juga berbeda-beda. Seperti buku yang mempunyai judul sama tapi selalu ditemukan perbedaan di bagian isinya.
Maka dari itulah, aku suka mengambil kelas dengan materi yang sama tapi beda-beda mentornya. Agar ilmu yang didapat saling mengisi dan melengkapi.
Sepertinya pengalaman mentor, karya yang dihasilkan, dan jam terbang itulah yang membuat penyampaian materi dari masing-masing mentor berbeda-beda. Eh, tapi Itu menurutku, lho.
3. Biaya
Makin berkualitas seorang mentor, makin mahal biayanya. Secara mentor yang mahal, pengalaman dan jam terbangnya udah banyak.
Selain itu, mereka juga akan membimbing kita sampai naskah selesai dan tembus penerbit. Itu kalau aku mengikuti kelas novel atau buku solo.
Lain lagi dengan blog yang sedang aku tekuni sekarang.
Biayanya sama besar. Seseorang yang ingin menjadi blogger. Ia harus belajar SEO (Search Engine Optimization), fotographi, mengedit foto, dan belajar aneka tulisan. Seperti, review product, copy writer, apa itu content placement, juga belajar menjadi editor bagi tulisan sendiri.
Darimana semua biaya itu? Toloooong?!
Solusi 1
Tantangan yang sudah disebutkan di atas, salah satunya adalah mengatur waktu.
Maka solusi untuk mengatasinya adalah dengan membuat skala prioritas.
Jujur, sih, skala prioritasnya belum tertib. Ini aja menulis sampai mengabaikan cucian dan setrikaan.
Belum bisa mengatur mood menulis. Kalau mood menulis datang, kerjaan lain bisa diabaikan begitu saja. Terkadang ditegur suami karena kelamaan menulis. Huhu.
Semoga bisa mengikuti skala prioritas yang tidak tertulis ini. Aamiiin.
Solusi 2
Itulah yang namanya passion. Dia selalu mencari jalan agar passion tetap dilakukan meski banyak tantangan.
Selalu ada gairah setiap melakukan kegiatan menulis. Kalau cinta itu buta, ternyata benar adanya. Meski ke ujung dunia, aku akan mengejarnya.
Tantangan bukan hal yang membuat passion berhenti. Ini ujian cinta #lebay. Sampai dimana kadar cinta kita sebenarnya pada passion.
Semasa mengikuti kelas cerpen berbayar dan menghasilkan buku antologi. Aku menjual buku tersebut. Alhamdulillah, balik modal dan ada lebihnya.
Kelebihan yang berupa keuntungan dari menjual buku hasil mengikuti kelas berbayar itu. Kugunakan kembali untuk mengikuti kelas lanjutan.
Begitu terus sampai akhirnya passion membiayai dirinya sendiri.
Alhamdulillah, sekarang aku sedang mengikuti kelas gratis belajar blog tiga bulan. Cuma ya itu, sistem kelasnya, sistem gugur. Nggak atau telat mengerjakan tugas, dikeluarkan dari kelas. Doain ya man-teman, biar lulus dengan cumlaude. Terima kasih.
Ide
Mari mencari ide agar passion menjadi solusi.
Pada solusi 2 yang sudah dijelaskan di atas, kalau waktu mengikuti kelas cerpen dan cernak hasil karya belajar bisa dijualn dan kembali modal juga mendapat untung.
Nah, sekarang hal yang sama kulakukan juga dalam mempelajari blog ini.
Sebagai awal, aku mengikuti kelas tidak berbayar. Menurutku kelas berbayar yang akan berjalan sampai tiga bulan ini. Rasanya cukup sebagai bekal perdana mencari job.
Dari hasil job itulah yang nanti akan membawaku mengikuti kelas berbayar. Semoga terwujud. Aamiiin ya Allah
Project Passion
Bagian ini belum berani panjang lebar menjelaskannya. Takut salah tulis. Soalnya bagian ini adalah pekerjaan kelompok.
Jadi cuma bisa informasikan kalau project passion kami dari cluster 6 adalah membuat e-book tringual, Bahasa Indonesia, Inggris dan Arab.
Target pembaca adalah untuk balita 3-5 tahun dengan judul project "Buku, Teman Baikku". Dengan tema keseharian.
#HexagonCity
#Hexagonia
#ProjectPassion
#KuliahBundaProduktif
#InstituteIbuProfesional