THR #2 Lebaran
Bahasan hari ini, masih tentang lebaran. Terakhir saya menceritakan tentang pembagian THR (Tunjangan Hari Raya) pada saat masih anak-anak.
Penasaran juga dengan asal usul THR ini. Dari kapan sih THR ini mulai ada?
Setelah pencarian di google, didapatlah informasi bahwa THR dipelopori pertama kali pada era Soekiman Wirjosandjojo tahun 1951. Saya tidak dapat menemukan kapan THR bagi anak-anak dimulai pertama kali. Mungkin bersamaan dengan diberlakukannya oleh pemerintah. Atau teman-teman memiliki informasi detailnya? Bolehlah di sharing, ya.
Kenangan masa kecil yang sangat berkesan, tidak akan terlupakan. Terlebih pengalaman tersebut akan ditularkan atau diturunkan kepada anak.
Ketika kakak (anak) masih kecil. Dia akan mendapatkan banyak THR dari nenek, kakek, tante, om, dan saudara-saudara lainnya. Lumayan besar nominalnya. Bila zaman saya dua ribu rupiah. Zaman kakak bisa 50-100 ribu rupiah. Tapi …, itu jadi seperti macam pemberian saling silang gitu.
Saling silang? Iyah, maksudnya kami saling memberi. Saling menghargai. Saling menghormati. Tidak ada untung rugi di sini, yang ada hanyalah saling berbagi kasih di hari yang penuh suka cita tersebut.
Saya pun memberikan THR kepada anak-anak sepupu alias keponakkan. Jadi kami saling memberi. Kantong emaknya kosong tapi kantong anaknya penuh. :)
Agar uang THR tidak menguap dan hilang tanpa bekas. Maka saya pun mengajak kakak untuk membuka tabungan di bank.
Tabungan dari THR inilah yang menjadi cikal bakal gemar menabung. Setiap bulan akan diberikan kepada kakak uang untuk disetor ke bank. Kebetulan bank tidak jauh dari rumah. Karena belum cukup umur. Maka buku tabungan di atas namakan berdua. Yaitu saya sebagai ibu dan kakak sebagai anak.
Hal tersebut berlanjut hingga THR pada tahun-tahun berikutnya.
Seiring bertambah usia kakak. Diberikanlah pengertian tentang arti THR. Kalau tidak salah waktu itu dia sudah duduk di bangku SMA. Biasanya THR kan diperuntukkan bagi anak-anak kecil. Jadi nanti pas lebaran berikutnya kalau kakak tidak mendapatkan THR lagi, Itu berarti kakak memang bukan anak kecil.
Ternyata dugaan saya salah. Sampai kakak menginjak semester lima alias sudah menyandang status mahasiswi. Dia tetap mendapatkan THR dari tante, uwa, nenek, dan kakeknya. Akhirnya disimpulkanlah bahwa THR tetap didapatkan sampai si anak mempunyai penghasilan sendiri.
Kalau dulu pada saat dia kecil uang hasil THR ditabung atas nama berdua. Sekarang berbeda. Uang hasil THR nya dibelikan beju lebaran, sepatu, jajan, dan ditabung. Emaknya ngirit lagi deh :)
"Nanti kalau kakak udah punya duit sendiri. Kakak beliin Mamah sama Papah baju lebaran, yah," ucap kakak pada saat kami mengantarkan dia membeli baju di sebuah mall. Dan pada saat kami juga membelikan hadiah lebaran berupa baju koko untuk orang tua dan mertua. Biar dia tahu, kami juga berbagi kebahagiaan kepada orang tua. Kelak bila dia sudah memiliki penghasilan sendiri, Dia akan melakukan hal yang sama. Bahkan kakak dilibatkan pula dalam memilih model dan warna untuk kakek-kakeknya.
Segala bentuk kegiatan atau pengalaman diberikan penjelasan agar terserap ke dalam memori kakak. Selanjutnya dia pun akan melakukan hal yang sama. Yatu tradisi berbagi THR. Selalu ada sisi positif bila kita menghadapi dan menjalaninya dengan bijak.
#ODOP
0 komentar