Mencari Solusi #Kakak Bicara dengan Pelanggan

by - Oktober 05, 2018

Sebelum menekuni usaha sekarang yaitu yoghurt. Aku sudah mengenalkan produk tersebut pada anggota keluarga. Sebetulnya suami tidak menyukai rasa asam yoghurt. Sedang kakak biasa saja dengan produk tersebut.

Seiring berjalannya waktu yang mencapai usia dua tahun usahaku ini. Juga suami dan kakak yang mulai menyukai dan rutin mengkonsumsi yoghurt. Membuat usaha yang dijalani ini menjadi semakin mantap. Aku seakan mendapat back up dari mereka berdua.

Suami yang bersedia mengirim dan menjemput barang. Kakak yang mempromosikan produk di medsosnya. Membuat kami bertambah kompak dalam memajukan usaha ini.

Tiga minggu yang lalu, kakak mendapatkan reseller kakap. Maklum sebelum-sebelumnya kan kakak cuma bisa jual eceran. Ya, tiga atau empat botol gitu. Itu pun sebatas teman kampusnya. Jadi ya gitu, lebihan duit jualannya nggak banyak.

Aku memperlakukan kakak sebagai reseller juga, lho. Profesional. Walaupun harga yang diberi sedikit lebih murah dibanding reseller yang lainnya. Tidak ada maksud lain supaya kakak bisa sedikit menabung dengan uang yang didapat dari penjualan yoghurt.

Order minggu pertama reseller kakak adalah sebanyak 10 botol. Minggu kedua meningkat menjadi 29 botol. Minggu ketiga bertambah menjadi 30 botol. Celengan kaleng bekas kue kakak bertambah cepat. Sayang di minggu keempat, hanya order tiga botol.
Di sampaikanlah pada kakak, bahwa pengambilan minimal seorang reseller adalah 10 botol. Bila pengambilan di bawah 10 botol, maka harga yang didapatnya bukanlah harga reseller tapi harga normal.

“Mamah nggak ada ngomong kayak gitu ke Kakak.” Kakak kecewa, kesal, dan ada nada sedikit marah.

Aku lupa. Lupa sudah menyampaikan hal ini atau belum ke kakak tentang aturan reseller ini.

“Abis gimana dong, Kak. Kirain mamah udah bilang ke kakak soal peraturan itu.”

“Trus kakak harus bilang apa dong ke temen kakak.”

“Ya bilangin aja, kalau tetep mau dapet harga reseller. Temen kakak harus ambil jumlah minimal, sepuluh botol.”

“Iyah, kakak ngerti. Tapi gimana ngomongnya. Kan kakak nggak enak sama dia.”

Itu adalah kalimat terakhir kakak sebelum ngeloyor pergi meninggalkanku sendiri di ruang makan.
*
Malamnya kakak menghampiriku ke ruang makan. Ruang makan adalah ruang kerjaku. Hampir semuanya aku lakukan di ruang makan. Saat itu aku sedang melakukan pencatatan pembukuan dagangan.

“Ada kan tambahan order temen kakak. Tuh, dia jadi order sepuluh botol.”

Aku mengambil gawai dan membuka pesan whatsapp dari kakak. Begitulah cara kami berkomunikasi bila ada orderan masuk. Kakak lebih suka mem-forward orderan resellernya dibanding menuliskan di atas kertas.

“Ada,” jawabku setelah mengecek buku order.

Entah bagaimana cara kakak menyampaikan pada temannya tentang pengambilan order minimum. Entah kalimatnya seperti apa. Yang jelas aku senang kakak bisa menyelesaikannya dengan baik. Aku pernah mengalami hal seperti kakak. Nggak sama tapi miriplah sedikit. Aku tahu hal itu susah. Terlebih kakak sering merasa nggak enakan sama orang.

Pelajaran kakak untuk menyelesaikan masalah selesai. Yaitu poin yang dimaksud oleh Gea dan Havighurst ( www.dispsiad.mil.id/index.php/en/psikologi-olah-raga/290-membentuk-kemandirian-anak-remaja), mampu mengatasi masalah atau hambatan; sebagai orang yang mampu berinisiatif orang yang mandiri mampu mengatasi masalah yang dihadapinya dengan kekuatan dan kemampuan yang dimilikinya.

#Harike2
#Tantangan10Hari
#GameLevel2
#KuliahBundaSayang
#MelatihKemandirian
#InstitutIbuProfesional
Bunda Sayang
Melatih Kemandirian
Ibu Profesional
IIP


You May Also Like

0 komentar