Melatih Kemandirian #Mengupas Mangga

by - Oktober 10, 2018

Tiga kilogram mangga di dalam kantong plastik diletakkan di meja makan oleh papah. Harum buah mangga menyeruak ke seluruh ruang makan. Menambah semangat mempercepat makan malam yang biasa kami lakukan setelah salat magrib.

“Kakak yang kupas mangga, yah,” kataku pada kakak setelah kami selesai melaksanakan salat magrib.

Selama ini aku belum pernah meminta dan melihat kakak mengupas buah. Memotong juga termasuk latihan kemandirian, kan?

“Dih, mamah. Kakak tuh kalau di kos-an rajin ngupas buah dibanding Ali (Alifira) tahu.” Balas kakak beragumentasi. Ali adalah teman kos sekamar kakak.

“Ya udah kalau gitu kakak aja yang kupas mangga. Pinginlah mamah sekali-kali langsung makan buah tanpa harus ngupas terlebih dahulu.”

“Iyah, nanti kakak kupasin. Tapi abis salat isya, yah.”

Aku tersenyum karena telah berhasil membuat kakak mau memotong buah. Maklum, ini adalah permintaan untuk kesekian kalinya. Hampir setiap kakak pulang ke rumah. Aku meminta dia untuk mengupas dan memotong buah. Tapi alasan yang dibuatnya selalu ada.

Jarum pendek jam di dinding berada di tengah angka tujuh dan delapan. Kakak belum juga keluar dari kamar. Kuberikan beberapa menit sebelum aku meluncur ke kamarnya.

Oke. Time is up.  Kubuka kamar kakak. Dengan posisi tubuh di luar kamar. Hanya kepala saja yang kulongokkan ke dalam.

“Udah mau jam delapan, Kak. Kapan mau potong buahnya?” tanyaku pada kakak.

Sunyi merambat di ruangan 2,5 x 3,5 meter persegi bercat merah muda itu. Terlihat kakak asyik dengan gawainya. Setelah beberapa menit, baru dia menjawab pertanyaanku.

“Iyah, sebentar lagi.”

Oke. Jawaban sudah diterima. Aku pun menutup pintu kamar kakak. Kembali duduk di depan tv yang menonton diriku. Soalnya akunya main gawai. Heuheu.

Tidak lama kakak keluar dari kamarnya menuju ruang makan. Aku senang karena sebentar lagi buah mangga potong akan menemaniku menonton tv. Kalau sambil makan buah, tv nya aku tonton, kok.

Iseng-iseng aku menghampiri kakak yang sedang mengupas mangga. Ya, sekadar ingin melihat aksinya memegang pisau. Belum lagi aku bekomentar, kakak yang melihatku mendekatinya langsung berkata,”susah nih ngupasnya, Mah.”

Aku melihat tetesan air buah mangga yang sudah sangat matang membasahi lengan kakak. Menetes di atas meja makan. Kulit yang tekupas pun begitu tebal. Membuat daging mangga terbawa menempel di kulitnya dan terbuang.

“Ketebelan ngupasnya, Kak. Katanya udah biasa ngupas buah di kos-an,” ucapku pada kakak.

“Buahnya yang kematengan, Mah. Jadi susah motong,” balas kakak.

Tidak banyak komentar yang akan berujung perdebatan. Aku mengambil sebuah pisau. Setelah sebelumnya kakak tidak memberikan pisau yang sedang dipegangnya padaku. Kakak  bersikukuh akan melanjutkan memotong buah mangga. Menolak aku yang akan memberi contoh memotong buah mangga tersebut.

Kakak melihat caraku memotong buah. Memang tidak mudah untuk kakak mengupas buah dengan kulit yang tipis. Tapi setidaknya sudah lebih baik lah, ya.

“Besok malam, kakak lagi yang ngupas buah, ya.”

Diamnya kakak kuanggap setuju.


#Harike7
#Tantangan10Hari
#GameLevel2
#KuliahBundaSayang
#MelatihKemandirian
#InstitutIbuProfesional
Bunda Sayang
Melatih Kemandirian
Ibu Profesional
IIP








You May Also Like

0 komentar